Total Tayangan Halaman

Rabu, 27 April 2011

Laporan Kuliah Geologi Lapangan "Daerah Waturranda"

BAB I
PENDAHULUAN
Karangsambung adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia.
Di Kecamatan Karangsambung terdapat Lokasi Cagar Alam Geologi Nasional yang dikelola oleh Balai Informasi Dan Konservasi Kebumian Karangsambung-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Cagar Alam Geologi Nasional-Karangsambung merupakan laboratorium alam untuk mempelajari geologi pada khususnya dan kebumian pada umumnya. Terdapat berbagai batuan yang berumur antara 125 - 65 juta tahun yang lalu. Pada zaman tersebut kawasan Karangsambung merupakan dasar samudera. Akibat tumbukan antara tiga lempeng bumi, maka kawasan Karangsambung sekarang terangkat ke permukaan.
Karangsambung telah dikenal sebagi wahana pembelajaran geologi sejak tahun 1854. Jung Huhn adalah salah satunya. Kemudian dilanjutkan oleh peneliti belanda lainnya sampai tahun 1933. semenjak ilmu geologi mulai berkembang di Indonesia sekitar tahun 1964, mulailah peneliti-peneliti Indonesia melakukan penelitian di kawasan ini. Mengingat begitu pentingnya kawasan ini maka pada tahun 1964 dibangun sebuah Kampus Lapangan Geologi. Kampus ini dibangun dan terletak right on the spot, bukan saja pada titik yang menampilkan keindahan kemanapun mata memandang, tetapi ia juga berada pada pusat hamparan aneka ragam batuan.
Pencetus berdirinya Kampus Lapangan Geologi ini adalah Prof. Dr. Sukendar Asikin, (Guru Besar Departemen Teknik Geologi ITB yang pada tahun 2003 memasuki masa purna bakti). Ide pendirian kampus ini adalah berawal ketika Sukendar Asikin pada tahun 1958 melanjutkan memperdalam ‘metoda geologi lapangan’ di kampus lapangan geologi di Rocky Mountains, Montana dan ‘geologi struktur’ di Indiana University, USA. Sekembalinya dari Amerika Serikat, dengan dukungan dari LIPI dan Departemen Urusan Research Nasional (DURENAS), beliau merealisasikan cita-citanya membangun Kampus Lapangan Geologi di Indonesia, di Karangsambung ini. Pada musim panas tahun 1965 mengawali penggunaan kampus ini, tercatat 22 orang mahasiswa dididik di Kampus Karangsambung yang berasal dari ITB, UGM, PTPN Veteran dan Asisten Geologi Akademi Perminyakan Pertamina.

1.1    Maksud dan Tujuan
Maksud penulisan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas matakuliah geologi lapangan dan mengumpulkan data-data geologi daerah Waturanda, Karangsambung yang dapat diperoleh baik dari peta topografi maupun dari lapangan. Tujuan dari penulisan laporan ini adalah :
1.      Mempelajari karakteistik geologi daerah Waturanda, Karangsambung,
2.      Mengetahui proses-proses geomorfologi yang telah ataupun sedang berkembang di daerah
3.      Menentukan dan mengelompokkan satuan batuan daerah Waturanda, Karangsambung,
4.      Memahami fenomena-fenomena tektonik, stratigrafi, struktur geologi yang terdapat di daerah Waturanda Karangsambung
5.      Merekonstruksi sejarah pembentukan atau keadaan stratigrafi dan menganalisa sejarah geologi di daerah Waturanda, Karangsambung.

1.2 Lokasi Penelitian
Secara administratif daerah penelitian adalah daerah Waturanda dan sekitarnya Kecamatan Karangsambung Kabupaten Kebumen Propinsi Jawa Tengah . Secara geografis daerah penelitian terletak koordinat 07° 30’ 00’’ – 07° 45’ 00’’ LS dan 109° 15’ 00’’ – 109° 30’ 00’’dan termasuk dalam lembar kebumen skala 1 : 25.000. dengan luas daerah 30 x 10 km.
 

1.3 Pencapaian Lokasi
Karangsambung berlokasi 20 kilometer utara Kota Kebumen. Secara administratif masuk wilayah Kabupaten Kebumen, Jawa tengah. merupakan daerah pegunungan. Bisa ditempuh melalui jalan darat menggunakan beberapa alternatif kendaraan. Untuk pengunjung bisa mneggunakan fasilitas mobil jemputan, tentu saja dengan tarif khusus.
-          Jalur kereta api
Dari stasiun kota kebumen bisa langsung menuju Karangsambung dengan menggunakan jasa ojek dengan tarif antara Rp 20.000 – Rp 25.000.
Dari Stasiun kota kebumen bisa menggunakan jasa angkutan umum becak atau ojek menuju Mertokondo, kemudian naik angkutan umum Bus menuju karangsambung dengan tarif Rp 5000. Perjalanan ditempuh lebih kurang selama 45 menit.

-          Jalur Bus
Dari terminal bus antarkota kota kebumen bisa langsung menuju Karangsambung dengan menggunakan jasa ojek dengan tarif antara Rp 20.000 – Rp 25.000.
-          Kendaraan Pribadi
Dari kota Kebumen langsung menuju Karangsambung melewati jalan karangsambung. gerbang masuk jalan ini berada di Mertokondo. persis di persimpangan pasar mertokondo. perjalanan sejauh 20 kilometer bisa di tempuh kurang lebih 45 menit. mengingat jalan yang sempit namun mulus.

1.4 Geografi
-          Kondisi Geografis
Kondisi daerah pemetaan merupakan dataran rendah berupa wilayah endapan sungai(alluvial) dan berupa lembah di sebelah utara dan dataran tinggi berupa bukit dan punggungan di sebelah selatan, di daerah pemetaan banyak ditemukan beberapa sungai besar dan kecil yang keberadaanya bermanfaat bagi penduduk sekitar dan memiliki peranan yang sangat penting dalam menunjang kehidupan sehari-hari , dengan adanya keberadaan sungai terebut memberikan manfaat juga berupa banyak ditemukan singkapan batuan yang segar yang ada di sekitar sungai

-          Kondisi Sosial Ekonomi
Kondisi social ekonomi penduduk disekitar daerah pemetaaan banyak bermata pencaharian dibidang agrarian, perdagangan, buruh dan para pegawai sipil pemerintahan, tetapi mayoritas para penduduk sekitar bermata pencaharian sebagai petani dan penambang pasir di sekitar sungai luk ulo, untuk yang bekerja sebagai petani,biasanya mereka melakukan aktivitas dengan menanam padi,jagung,singkong, kelapa,dan tanaman palawija lainya. Untuk tingkat pendidikan, mayoritas penduduk asli daerah pemetaan masih rendah, sedikit dari penduduk yang melanjutkan pendidikan hingga ke tingkat perguruan tinggi, pendidikan mereka mayoritas hanya sampai tingkat SMP-SMA
Untuk sistem sanitasi bagi masyarakat sekitar belum berkembang dengan baik, masyarakat masih menggunakan kebutuhan air lewat sungai tanpa adanya system filterisasi yang memenuhi standar kesehatan, karena banyak limbah tercemar disekitar sungai besar yang jadi pasokan utama dalam hal kebutuhan air penduduk sekitar.

1.5 Ucapan Terimakasih
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1.      Bapak Dr.Ir.Bambang Priadi selaku Koordinator selama kegiatan “field camp” dan pemetaan.
2.      Seluruh dosen pembimbing baik dari ITB maupun UNSOED.
3.      Asisten dosen ITB & UNSOED atas inspirasinya.
4.      Kelompok “D’Young Gun” (Purwadi, Lele, Ambon, Same), Kelompok Kacung, Indar, Prabu, dan kawan-kawan Teknik Geologi UNSOED.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyusun laporan pemetaan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat menjadi referensi bagi yang akan melakukan pemetaan dan menambah pengetahuan kita tentang bumi.
 
BAB II
STUDI PUSTAKA
1.      Peneliti Terdahulu
Daerah Karangsambung telah mengundang banyak penelitian untuk mendiskusikan, peneliti-peneliti terdahulu antara lain Asikin(1974), Harsolumakso et al(1995), Kapid dan Harsolumakso(1996), Harsolumakso dan Noeradi(1996).
Asikin(1974) Menganggap bahwa daerah ini memiliki tatanan geologi yang rumit, dengan urutan stratigrafi yang sulit di tata karena tidak mengikuti kaidah superposisi, kesinambungan lapisan dan “faunal assemblage” yang berlaku. Umumnya satuan batuan yang berbeda dipisahkan oleh rekahan dan sesar yang terkadang ukurannya sering tidak dapat dipetakan.
Harsolumakso et al(1995) Secara khusus meneliti karakteristik satuan mélange dan olistostrom di daerah kKarangsambung dengan menggunakan tahapan deskripsi. Penulis ini manafsirkan adanya mekanisme longsoran, slump, dan turbidit pada endapan olistostrom dan kemudian campuran tersebut terlihat dalam deformasi tektonik yang kuat.
Kapid dan Harsolumakso(1996) melakukan studi lebih detail dalam penentuan umur endapan olistostrom tersebut dengan pendekatan nannofosil. Determinasi fauna dari beberapa lintasan terpilih menunjukkan umur endapan olistostrom berkisar antara Eosen Awal-Miosen Tengah.
Harsolumakso dan Noeradi(1996) lebih lanjut membahas deformasi pada formasi Karangsambung. Menurut mereka, struktur lipatan yang berkembang pada satuan endapan olistostrom berhubungan dengan sesar-sesar minor, umumnya dapat diamati pada sisipan batupasir dan batulanau. Penulis ini menyimpulkan proses deformasi pada endapan olistostrom terjadi setelah sedimentasi dan tidak berhubungan dengan gejala pelengseran atau penggerusan yang sejalan dengan sedimentasi.

 Geomorfologi daerah Waturanda
2.1 Fisiografi Regional Jawa
Secara regional seluruh pulau Jawa memiliki perkembangan tektonik yang sama, namun karena pengaruh dari jejak tektonik yang lebih tua mengontrol struktur batuan dasar khususnya yang lebih muda maka terdapat perbedaan antara daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Untuk daerah Jawa Tengah terbagi menjadi empat zona fisiografi yaitu : Dataran Pantai Selatan, Pegunungan Serayu Selatan, Pegunungan Serayu Utara, dan Dataran Pantai Utara (Van Bemmelen, 1949).
2.2 Fisiografi Regional Karangsambung
            Karangsambung berada pada zona fisiografi Pegunungan Serayu Selatan. Zona ini pada sistem konvergensi antara Lempeng Hindia - Australia dengan Tepi Benua Erasia selama Zaman Tersier adalah merupakan “Wilayah Retro Arc Fold Thrust Belt”. Fisiografi zona ini sama dengan Zone Kendeng (Pringgoprawiro, 1976), dan Zone Bogor (Martodjojo, 1985). Zona tersebut berperan dalam pembentukan dan proses Melange Lok Ulo pada umur Kapur - Paleosen.
2.3 Letak Administratif
Daerah pemetaan Waturanda berada pada wilayah Karangsambung (Kebumen, Jawa Tengah). Daerah Waturanda terletak pada 7034’00’’ - 7036’30’’ Lintang Selatan dan 109037’00’’-109044’00’’ Bujur Timur. merupakan daerah dengan topografi yang beragam. Daerah ini memiliki kemiringan lereng dari 100 hingga 450   di dataran rendah dan  lebih dari 450 pada dataran tinggi. Sungai Lok Ulo merupakan sungai utama pada wilayah ini. Sungai ini mengalir dari utara menuju selatan atau dari perbukitan Gunung Prahu-Paras hingga melewati Perbukitan Waturanda. Sungai Lok Ulo ini menjadi muara bagi sungai-sungai yang memiliki hulu di dataran tinggi bukit.
Gambar 1. Letak daerah Karangsambung pada pulau Jawa)
Daerah dataran rendah merupakan areal persawahan yang subur karena banyak dialiri aliran air permukaan. Dataran ini memiliki tanah berjenis lempung dan pada sisi sungai merupakan dataran aluvial. Daerah ini berada pada Desa Tlepok, Desa Dukuh Wetan, Desa Semampir, Desa Sumbersari, dan Desa Sumbermaya.
Daerah dataran tinggi memiliki batuan yang resisten dan pola aliran sungai yang khas yaitu pola dendritik, paralel dan rectangular. Daerah ini rentan longsor karena tanah lempung berada di atas batuan yang resisten. Daerah ini berada pada desa Kali Gending hingga desa

2.4 Geografi fisik
Terdapat morfologi yang beragam dari Utara hingga Selatan. Daerah Utara merupakan dataran rendah atau Aluvial. Penduduk pada daerah ini banyak menanam padi dan bercocok tanam. Air sungai yang melimpah dan tanahnya yang subur menjadikan penduduk banyak bermukim di daerah ini. Sungai utama di daerah ini diantaranya : Kali Welaran, Kali Klepoh, dan Kali Sangga. Sungai tersebut umumnya dewasa ditandai dengan bentuk lembah “U”, dan kenampakan di lapangan terdapat kelokan bersudut besar hasil erosi vertikal-lateral.
Daerah Selatan merupakan Perbukitan, penduduk bercocok tanam di sekitar sungai. Sungai utama di daerah ini diantaranya Kali Jaya, KaliKudu Kulon dan kali krembeng. Jenis sungai ini sama dengan bagian utara yaitu, sungai yang berada pada tahap dewasa.
2.5 Satuan Geomorfologi Waturanda.
Daerah pemetaan Waturanda terbagi menjadi 5 satuan geomorfologi. Satuan tersebut adalah :
1.      Satuan Dataran Aluvial Luk Ulo
2.      Satuan Lembah Antiklin Kedungjati
3.      Satuan Bukit Gamping Jatibungkus
4.      Satuan Bukit Basalt Luk Ulo
5.      Satuan Perbukitan Homoklin Selaranda
Pembagian satuan-satuan tersebut didasarkan pada prinsip dasar dari geomorfologi itu sendiri, yaitu geologi dan morfologi. Geologi disini merupakan struktur yang terdapat pada satuan tersebut dan morfologi adalah bentukan permukaan dari satuan tersebut. Sedangkan untuk penamaan didasarkan pada bentuk geometri, proses geologi (struktur) dan nama daerah terdapatnya satuan tersebut.
Pembahasan satuan geomorfologi berisi tentang :
·         Alasan penamaan satuan geomorfologi
·         Data ketinggian satuan geomorfologi
·         Tipe genetik dan aliran sungai yang mengalir pada satuan geomorfologi
·         Luasan (%) satuan geomorfologi dari total luas daerah pemetaan Waturanda
·         Tahapan geomorfik sungai yang mengalir pada satuan geomorfologi
·         Batuan penyusun satuan geomorfologi
1.      Satuan Dataran Aluvial Luk Ulo
Satuan dataran aluvial Luk Ulo memiliki ciri dataran yang memiliki ketinggian maksimum 20 m dpl dan titik terendah adalah 0 m dpl. Material yang menyusun satuan ini adalah material lepas (aluvial) berupa pecahan batuan berdiameter 3-15 cm, pasir, lempung, lumpur dan air sungai Luk Ulo yang melewati satuan ini. Sehingga atas dasar data-data tersebut, satuan ini dinamakan satuan dataran aluvial Luk Ulo.
Sungai yang mengalir di satuan ini bertipe sungai yang memotong struktur, sehingga dapat dikatakan tipe sungainya adalah insekuen atau dalam artian alirannya tidak dipengaruhi oleh adanya struktur. Sungai yang mengalir di satuan ini adalah sungai Luk Ulo. Sungai Luk Ulo telah mencapai tahap dewasa menuju tua dengan ditandai oleh telah tidak adanya jeram dan didominasi oleh aluvial, bermeander, memiliki teras sungai, perbandingan lebar penampang dengan kedalaman adalah < 10 dan > 3. Satuan ini menempati 7 % dari total luas daerah pemetaan Waturanda.
2.      Satuan Lembah Antiklin Welaran
Satuan lembah antiklin Welaran menempati 35 % dari total luas daerah pemetaan Waturanda. Satuan ini memiliki ketinggian 20-40 m dpl. Penamaan satuan ini didasarkan pada bentukan morfologi satuan yang berupa lembah dan terdapat struktur antiklin. Namun pada umumnya, bentukan struktur antiklin akan menghasilkan bentukan morfologi perbukitan dan hal ini bertentangan dengan realita yang ada di satuan ini yang bentukannya berupa lembah, sehingga dimungkinkan daerah ini pada awalnya merupakan perbukitan yang kemudian tererosi menjadi lembah. Hal ini diperkuat pula dengan data peta kontur yang menyatakan adanya dip slope di satuan terdekatnya sehingga satuan ini merupakan daerah back slope yang mengindikasikan bahwa satuan ini pada mulanya merupakan morfologi perbukitan yang kemudain tererosi. Selain hal tersebut, data lapangan pun mengatakan bahwa apabila dilakukan rekontruksi arah kemiringan, maka satuan ini pada mulanya merupakan daerah perbukitan. Atas dasar hal tersebut, satuan ini dapat pula dinamakan sebagai satuan lembah tererosi Welaran.
Terdapat beberapa sungai yang mengalir pada satuan ini. Sungai-sungai tersebut adalah sungai Welaran, sungai Curug, sungai Sadang, sungai Susu, sungai Klepoh, sungai Depok dan sungai Sangga. Sungai di satuan ini memiliki tipe genetik yang berbeda-beda. Sungai Welaran memiliki tipe genetik subsekuen, sedangkan untuk sungai Sadang, sungai Susu, sungai Depok, sungai Klepoh dan sungai Curug bertipe genetik resekuen. Untuk tipe alirannya, sungai Welaran dan sungai Depok bertipe aliran rektangular karena aliran sungai ini dikontrol adanya struktur di daerah tersebut, lipatan (antiklin) untuk sungai Welaran dan kekar (sekitar Jatibungkus) untuk sungai Depok. Sedangkan untuk sungai Sadang, sungai Susu, sungai Sangga, sungai Klepoh dan sungai Curug bertipe aliran tralis karena merupakan satu rangkaian yang kesemua aliran sungainya berhilir ke sungai Welaran. Tahapan sungai di satuan ini baik untuk sungai Curug, sungai Sadang, sungai Susu, sungai Klepoh, sungai Depok dan sungai Sangga bertahap muda di bagian hulu dan bertahap muda menuju dewasa di daerah hilir. Sedangkan untuk sungai Welaran bertahap sungai dewasa. Dikatakan memiliki tahapan muda adalah karena lebar sungai yang hanya mencapai maksimal lebar 1.5 m dan terdapatnya jeram, sedangkan dikatakan bertahap dewasa adalah karena mulai hilangnya jeram dan terdapatnya beberapa endapan aluvial walaupun endapan aluvial tersebut tidak terlalu banyak. Warna air sungai yang mengalir melewati bukit Jatibungkus relatif berwarna putih susu karena diindikasikan melarutkan batugamping yang menyusun bukit Jatibungkus. Sungai yang melewati bukit Jatibungkus tersebut adalah sungai Susu. Sedangkan untuk sungai yang lainnya berwarna coklat yang mengindikasikan proses erosi oleh sungai-sungai tersebut sedang terjadi. Batuan penyusun satuan ini adalah batulempung bersisipan batupasir. Batulempung disatuan ini memiliki ciri yang khas, yaitu bersisik, mudah hancur, mengkilat dan memiliki fragmen.
3.      Satuan Bukit Gamping Jatibungkus
Satuan bukit terisolir Jatibungkus merupakan satuan yang memiliki ketinggian yang mencolok dibanding dengan daerah sekitarnya, sehingga satuan ini digolongkan menjadi satuan tersendiri dan dikatakan sebagai satuan bukit terisolir. Satuan bukit terisolir Jatibungkus memiliki ketinggian maksimum 151 m dpl. Satuan ini tersusun dari batugamping, sehingga ketinggian pada satuan ini terlihat sangat mencolok tersebut karena sifat batugamping yang lebih resisten terhadap pelapukan dibandingkan dengan batulempung yang ada didaerah sekitarnya.
Pada satuan ini, sungai mengalir mengelilingi bukit Jatibungkus dan mengalir sejajar jurus batuan penyusun satuan ini, sehingga tipe genetik sungainya adalah resekuen. Seperti dikatakan sebelumnya, sungai yang mengalir melewati satuan ini relatif berwarna putih karena melarutkan batugamping yang berwarna putih. Tahap sungai yang melewati satuan ini bertahap muda karena letak sungainya tidak terlalu jauh dari hulu, lebar sungai yang sempit dan berjeram. Terlihat setidaknya 3 air terjun dengan ketinggian 1-3 m yang terletak di batas satuan bukit terisolir Jaribungkus dengan satuan lembah antiklin Welaran. Satuan bukit terisolir Jatibungkus ini menempati ± 5 % dari total luas daerah pemetaan Waturanda.
4.      Satuan Bukit Basalt Luk Ulo
Satuan ini letaknya disebelah K. Luk Ulo yang merupakan batuan basalt yang memiliki struktur bantal. Satuan bukit ini merupakan satuan yang merupakan fragmen dalam satuan batulempung. Satuan bukit basalt ini menempati ± 3 % dari total keseluruhan daerah pengamatan Waturanda.
5.      Satuan Perbukitan Homoklin Selaranda
Satuan perbukitan homoklin Selaranda menempati 40 % dari total luas daerah pemetaan Waturanda. Batuan penyusun satuan ini adalah breksi yang berselingan dengan batupasir. Satuan ini terdiri dari beberapa puncak tinggian, antara lain puncak bukit Waturanda, gunung Gedog, bukit Selaranda dan gunung Bulukuning. Ketinggian puncak tinggian tersebut adalah 200 m dpl (bukit Waturanda), 263 m dpl (bukit Selaranda), 312 m dpl (gunung Gedog) dan 337 m dpl (gunung Bulukuning).
Sungai yang mengalir di satuan ini adalah sungai Bawang (Prumpung), sungai daerah Eragombong, sungai Gending, sungai Gumarang, sungai daerah bukit Selaranda, sungai derah gunung Gedog dan sungai daerah gunung Bulukuning. Sungai-sungai yang mengalir di satuan ini memiliki beberapa tipe aliran yang berbeda antar satu sungai dengan sungai lainnya. Untuk sungai yang mengalir di daerah bukit Selaranda, gunung Gedog dan gunung Bulukuning bertipe aliran radial. Sungai Gumarang dan sungai Bawang bertipe aliran rektangular, sedangkan untuk sungai Gending bertipe aliran dendritik.
Penamaan satuan perbukitan homoklin Selaranda didasarkan pada bentukan morfologi berupa perbukitan yang memiliki dip homogen berarah relatif keselatan dan mempunyai nilai kemiringan kurang dari 450 dan lebih dari 200 (homoklin).

2.6 Kesimpulan Geomorfologi
Berdasarkan topografi, daerah Waturanda terdiri dari dataran landai dan dataran tinggi. Selain itu daerah ini dialiri sejumlah sungai yang memiliki pola aliran dendritik, radial dan parallel.
Sungai yang ada umumnya merupakan sungai dewasa dicirikan dengan kelokan-kelokan dengan sudut besar. Sungai-sungai tersebut bermuara pada sungai utama Lok Ulo yang merupakan sungai tua.
Interpretasi pada peta geomorfologi menunjukkan adanya pola kelurusan bukit maupun sungai. Kelurusan ini menunjukkan adanya kesamaan pola maupun terjadinya suatu erosi sehingga memisahkan daerah tersebut.
Daerah Waturanda terbagi menjadi lima satuan geomorfologi, satuan tersebut diantaranya : Satuan Dataran Aluvial Luk Ulo, Satuan Lembah Antiklin Kedungjati, Satuan Bukit Gamping Jatibungkus, Satuan Bukit Basalt Luk Ulo, Satuan Perbukitan Homoklin Selaranda.
 Stratigrafi daerah Waturanda
3.1 Stratigrafi regional
Wilayah karangsambung berada pada zona Pegunungan Serayu selatan dan termasuk dalam stratigrafi Kebumen (Sukendar Asikin, 1987). Karangsambung tersusun dari berbagai formasi dan menunjukkan umur yang berbeda. Terdapat pula satuan mélange yang berumur pra tersier.
  1. (Gambar 3. Formasi Daerah Karangsambung pada stratigrafi zona pegunungan Serayu selatan)
    Batuan Pra Tersier
    Merupakan batuan tertua yang tersingkap di Zone Pegunungan Serayu Selatan mempunyai umur Kapur Tengah s/d Paleosen (Sukendar Asikin 1974).
    Kelompok batuan ini disimpulkan sebagai kompleks melange yang terdiri dari graywacky, skiss,lava basalt berstruktur bantal,gabro, batugamping merah, rijang,lempung hitam yang bersifat serpihan. Semuanya merupakan campuran yang bersifat tektonik.   
    Formasi Karangsambung
    Merupakan kumpulan endapan olisthostrom, terjadi akibat pelongsoran karena gaya berat di bawah permukaan laut, melibatkan endapan sedimen yang belum mampat, berlangsung pada lereng parit di bawah pengaruh endapan turbidit.Merupakan sedimen pond dan diendapkan di atas bancuh Luk-Ulo, terdiri dari konglomerat polimik, lempung abu-abu, serpih dan beberapa lensa batugamping foraminifera besar. Hubungan tidak selaras dengan batuan Pra Tersier.
    Formasi Totogan
    Harloff (1933) dan Tjia HD (1966) menamakan sebagai Tufa Napalan I, sedangkan Suyanto &Roskamil (1974) menyebutnya sebagai lempung breksi.Litologinya berupa breksi dengan komponen batulempung,batupasir, batugamping, napal dan tufa. Mempunyai umur Oligosen - Miosen Awal, dan berkedudukkan selaras di atas Formasi Karangsambung
    Formasi Waturanda
    Formasi ini terdiri dari batuan - batuan batupasir vulkanik dan breksi vulkanik,berumur Miosen Awal - Miosen Tengah, selaras di atas Formasi Totogan. Formasi ini mempunyai Anggota Tuff, dimana Harloff (1933) menyebutnya sebagai Eerste Merger Tuff Horizon.
    Formasi Panosogan
    Formasi ini diendapkan selaras di atas Formasi Waturanda, litologinya terdiri dari perselingan batupasir, batulempung, tufa, napal dan kalkarenit. Ketebalan formasi ini 1000 meter, mempunyai umur Miosen Awal - Miosen Tengah.
    Formasi Halang
    Menindih selaras di atas Formasi Penosogan, dengan litologi terdiri dari perselingan batupasir, batulempung, napal, tufa dan sisipan breksi.Merupakan kumpulan sedimen turbidit bersifat distal sampai proksimal, pada bagian bawah dan tengah kipas bawah laut, berumur Miosen Awal - Pliosen. Anggota Breksi Halang, Sukendar Asikin menamakan sebagai Formasi Breksi II dan berjemari dengan Formasi Penosogan. Namun Sukendar Asikin (1974) meralat bahwasanya Anggota Breksi ini menjemari dengan Formasi Halang.
    Formasi Peniron
    Peneliti terdahulu menamakan sebagai Horizon Breksi III. Formasi Peniron menindih selaras di atas Formasi Halang dan merupakan sedimen turbidit termuda yang diendapkan di Zone Pegunungan Serayu Selatan. Litologinya terdiri dari breksi aneka bahan (polimik) dengan komponen andesit, batulempung, batupasir dengan masa dasar batupasir sisipan tufa, batupasir, napal dan batulempung.
    Batuan Vulkanik Muda
    Mempunyai hubungan yang tidak selaras dengan semua batuan yang lebih tua di bawahnya. Litologi terdiri dari breksi dengan sisipan batupasir tufan, dengan komponen andesit dan batupasir. Komponen tersebut merupakan aliran lahar pada lingkungan darat. Berdasarkan pada ukuran komponen yang membesar ke utara, hal ini menunjukkan arah sumber di utara yaitu Gunung Sumbing berumur Plistosen.

    Struktur Geologi daerah Waturanda
    4.1 Struktur geologi regional
    Pulau Jawa oleh Van Bemmelen (1949) dibagi menjadi beberapa zona fisiografi. Untuk daerah Jawa Tengah zona fisiografinya dibagi menjadi  empat bagian (gambar 4), dari selatan ke utara masing – masing :
    a.       Dataran Pantai selatan
    b.      Pegunungan Serayu Selatan
    c.       Pegunungan Serayu Utara, dan
    d.      Dataran Pantai Utara
    (Gambar 5. Letak Pegunungan serayu selatan pada fisiografi Jawa Tengah - Van Bemmelen, 1949)
    Daerah Karangsambung merupakan bagian dari zona pegunungan Serayu Selatan. Posisi Zone Pegunungan Serayu Selatan pada sistem konvergensi antara Lempeng Hindia - Australia dengan Tepi Benua Erasia selama Zaman Tersier adalah merupakan “Wilayah Retro Arc Fold Thrust Belt”. Wilayah tersebut sama dengan Zone Kendeng (Pringgoprawiro, 1976), dan Zone Bogor (Martodjojo, 1985)
    Di daerah Lok Ulo (Karang Sambung) dimana batuan Pra-tersier dan tersier tersingkap, dapat dibedakan adanya dua pola struktur utama, yaitu yang arahnya timur laut-barat daya dan barat timur. Pola yang berarah timur laut – barat daya merupakan batuan pra tersier yang terdiri dari kompleks mélange yang berumur Kapur Atas – Paleosen (Sukendar Asikin, 1974). Hubungan antara satu batuan dengan yang lainnya memiliki lingkungan dan genesa pembentukan berbeda yang terdapat di mélange, umumnya berupa sesar yang berarah timur laut-barat daya atau ke arah Meratus. Pola yang berarah barat-timur terdiri dari perlipatan dan sesar, dan umumnya melibatkan batuan berumur tersier.
    Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pola yang arahnya timur laut - barat daya sangat dominan di bagian timur Jawa Tengah ini, merupakan jejak tektonik Kapur-Paleosen yang berbentuk jalur subduksi akibat interaksi antara lempeng Indo Australia dan lempeng Mikro Sunda. Jalur tersebut juga merupakan kelanjutan dari jalur subduksi yang tersingkap di Ciletuh Jawa barat.
    Menurut Paltrinieri dkk. (1976), di daerah Lok Ulo pada jaman Eosen Tengah, lingkungan pengendapan telah berubah dari endapan laut dalam menjadi laut dangkal pada jaman berikutnya, yaitu Eosen Akhir sampai Oligosen. Ini menunjukkan bahwa sebelum Miosen daerah Lok Ulo dan sekitarnya merupakan suatu jalur pengangkatan, dan membentuk suatu jalur pemisah antara daerah pengendapan (cekungan) utara dan selatan.
    Jalur pemisah tersebut terbentang dari Semarang, Wonosobo-Banjarnegara-Cilacap, dan  merupakan batas tektonik penting antara bagian barat dan timur pulau Jawa (Utung dan Sato, 1978). Di sebelah barat dari batas tektonik ini, poros-poros perlipatan mengarah ke barat laut-tenggara sedangkan sebelah timurnya berarah barat-timur. 

    4.2 Struktur Geologi Daerah Waturanda
    Terdapat 2 struktur besar dan beberapa struktur kecil di daerah pemetaan Waturanda. Struktur besar tersebut adalah :
    1.      Struktur Antiklin Kedungjati
    2.      Sesar Naik Krembeng (diperkirakan)
    Sedangakan struktur kecil didaerah pemetaan yang hanya diperkirakan tanpa adanya perhitungan adalah kekar dan kenampakan sesar secara lokal pada singkapan.
    1.      Struktur Antiklin Welaran
    Struktur antiklin Welaran ini merupakan struktur salah satu anggota dari rangkain antiklin (antiklinorium) yang membentuk antiklin besar Karangsambung. Sumbu dari struktur antiklin ini terletak di daerah sungai Welaran. Sumbu ini diperkirakan terletak sepanjang aliran sungai Welaran yang diperkuat dengan kelurusan sungai Welaran dan ditemukannya singkapan sumbu antiklin di sungai Welaran. Struktur antiklin ini diketahui dari adanya arah dip yang berlawanan dan saling bertolak belakang, dip yang satu berarah relatif kearah utara, sedangkan dip yang lainnya berarah selatan. Dip yang berarah selatan inilah yang akhirnya membentuk homoklin, karena besar sudut kemiringannya yang kurang dari 450 dan lebih dari 200 yang sebagian besar mendominasi arah dan besar sudut kemiringan lapisan di daerah pemetaan Waturanda.
    2.      Sesar Naik Krembeng (diperkirakan)
    Sesar naik Krembeng hanya bisa diperkirakan karena tidak dilakukan perhitungan yang berkaitan dengan gaya yang terdapat pada sesar, seperti perhitungan shear facture, arah breksiasi dan hal lain sebagainya. Sesar naik didaerah Krembeng diinterpretasikan dari adanya kelurusan yang terdapat pada sungai Krembeng yang terlihat pada peta dan adanya daerah hancuran di daerah sungai Krembeng. Disimpulkannya jenis sesar yang ada di daerah sungai Krembeng menjadi sesar naik adalah karena adanya mikrofold di daerah tersebut. Mikrofold merupakan salah satu penanda adanya gaya kompresional dan gaya kompresional tersebut pada umumnya terjadi pada sesar naik.

    4.3 Kesimpulan Struktur Waturanda
    Daerah Waturanda berada formasi Waturanda berumur Eosen Awal. Daerah ini mempunyai trend kemiringan ke arah Selatan. Pada interpretasi struktur, daerah ini merupakan salah satu sayap Antiklin cekungan “Amphitheater” Karangsambung.
    Lingkungan pengendapan tiap satuan kecuali satuan Aluvial berada pada laut dalam. Satuan Aluvial berada pada lingkungan fluvial.
    BAB III
    Sejarah Geologi Waturanda
    1.1 Pembentukan Satuan Batulempung A
    Sejarah geologi daerah waturanda dimulai dengan pengendapan batulempung A pada lingkungan laut dalam. Satuan ini merupakan satuan berfragmen yang dicirikan oleh adanya fragmen batugamping dan fragmen lava basalt di lapisan batulempung tersebut. Batugamping dikatakan sebagai  fragmen pada satuan batulempung A ini karena kontak antara batugamping dengan batulempung tidak menerus. Hal ini mungkin terjadi mungkin akibat terjadinya transportasi yang dialami batugamping dari lokasi tertentu sehingga tertransportasikan ke satuan batulempung.
    1.2 Pembentukan Satuan Breksi
    Satuan batuan berikutnya adalah satuan breksi. satuan breksi ini berselingan dengan batupasir kasar dan berangsur menjadi batu pasir halus. Secara umum fragmen breksi tersebut adalah batuan basalt. Untuk pengendapan breksi dibutuhkan arus yang kuat dan material yang diendapkan tidak jauh dari sumbernya engan transportasi yang singkat. Karena diketahuai fragmen breksi dominan basalt, maka lingkungan pengendapannya adalah laut. Perselingan dengan batupasir kasar karena ada perubahan kuat arus dalam proses pembentukannya. Pembentukan satuan breksi ini dapat dijelaskan secara detail dengan menggunakan teori arus turbidit.
    1.3 Pembentukan Satuan Batupasir
    Selanjutnya adalah pengendapan satuan batupasir dengan dicirikan adanya perlapisan batupasir sisipan lempung. Batupasir pada satuan ini berangsur dari batupasir breksian menjadi batupasir halus. Dengan katalain bahwa lingkungan pengendapan satuan ini adalah dilaut. Satuan ini juga dapat terbentuk dengan skema turbidit dengan dicirikan adanya struktur parallel laminasi di suatu lapisan dan cross laminasi pada batupasir.
    1.5 Pembentukan Satuan Batulempung B
    Berikutnya menuju lingkungan pengendapan yang lebih dangkal dengan ditemukannya perselingan batulempung dengan batugamping kalkarenit, sehingga disimpulkan bahwa lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal. Setelah perselinga tersebut kemudian terbentuklah perselingan batupasir dengan batulempung, halini dapat terjadi dikarenakan suplai bahan pembentuk lapisan gamping telah habis karena lingkungannya pengendapannya menuju kearah daratan dengan dicirikan adanya karbon paada sebagian lapisan batupasir. Kemudian kembali lagi kelingkungan pengendapan batugamping sehingga terbentuk lagi perselingan batupasir dengan batulempung.
    1.6 Pembentukan daerah Waturanda
    Setelah endapan-endapan tersebut terjadi atau terbentuk, kemudian terangkat kepermukaan yang diakibatkan oleh proses tektonik. Akibat proses tektonik yang berpengaruh pada batuan batuan tersebut maka terbentuklah pola kemiringan, struktur-struktur geologi kemudian dengan seiring waktu dan telah tersingkap ke permukaan maka proses pelapukan dan erosi pun turut serta membentuk sehingga batuan yang resisten maupun tidak resisten terbentuk menjadi perbukitan, sungai, lembah, dan lain-lain.

     
    1.7 Pembentukan Satuan Dataran Aluvial
    Kemudian setelah proses-proses pelapukan serta erosi yang membentuk geomorfologi daerah Waturanda tersebut, terbentuklah endapan baru yang berada di K. Luk Ulo yang denamakan dengan Satuan Dataran Aluvial K. Luk ulo. Satuan ini tidak selaras dengan satuan-satuan yang sebelumnya karena satuan-satuan sebelumnya telah mengalami proses deformasi yang dikontrol oleh proses tektonik sehingga menghasilkan kemiringan perlapisan satuan batuan yang sudah tidak mendatar dan kemudian diendapkan lagi endapan Aluvial yang mendatar. Sehingga hubungan antara satuan batuan di sebut tidak selaras.
    Daerah             : K.Welaran – K. Luk Ulo
    Tujuan             : Pra pemetaan
    Tanggal           : 3 Oktober 2010
    Cuaca              : Cerah
    Lokasi
    Catatan

    1.1





    1.2






    1.3





    1.4



    1.5


    1.6



    1.7



    1.8




    Batupasir , abu-abu, paralel laminasi, klastik kasar, permeabilitas baik, porositas baik, terpilah buruk.
    Batulempung, abu-abu kehitaman, karbonatan lemah, kompak, kemas tertutup, ukuran butir lempung.
    N 242° E / 55° NW, N240 E / 48° NW.

    Singkapan batulempung sisipan batupasir kasar & batupasir halus.
    Batulempung, abu-abu kecoklatan, membundar, mineral sedikit kwarsa, hornblend, kompak.
    Batupasir kasar, abu-abu kehitaman,  membundar, porositas baik, kemas terbuka.
    Batupasir halus, abu-abu, membundar, porositas baik, terpilah baik, kompak.

    Breksi, abu-abu, semen lempung, kemas terbuka, fragmen : batupasir, andesit, terpilah buruk,besar butir krikil.
    Gamping, putih kekuningan, kompak, kemas terbuka, porositas baik, permeabilitas baik, non klastik.
    N 152° E / 58° SW.

    Batugamping, putih kekuningan, kompak, fragmen pasir, fosil, kemas terbuka, pilah buruk.
    N 110° E / 21° SW.

    Lava basalt, warna hitam, ada spot-spot merah, amigdaloidal, afanitik porviritik, struktur lava bantal, mineral ; plagioklas, zeolit, olivin.

    Batupasir halus, coklat, kemas tertutup, porositas baik, permeabilitas baik, membundar, non karbonatan, kompak.
    N 110° E / 63° SW.

    Batupasir kasar, abu-abu kecoklatan,, pasir kasar, porositas baik, kemas tertutup, terpilah baik, kompak.
    N 192° E / 43° SW.

    Breksi , coklat kehitaman, fragmen ; batuan beku ( 30 – 50 cm andesit ), matrix pasir, kemas terbuka, kompak, terpilah buruk, porositas baik.
    N 155° E / 45° SW.

    Daerah             : Semampir – K. Sadang
    Tujuan             : Pra pemetaan
    Tanggal           : 4 Oktober 2010
    Cuaca              : Cerah
    Lokasi
    Catatan

    2.1


    2.2



    2.3


    2.4


    2.5





    2.6







    Batulempung, abu-abu, tidak kompak ( lembek ), kemas tertutup, porositas baik, permeabilitas sedang, besar butir halus.

    Batulempung, abu-abu, tidak kompak, kemas tertutup, porositas baik, permeabilitas sedang, besar butir halus.
    N 309° E / 35° SW.

    Batulempung, abu-abu kehitaman, non karbonatan, tidak kompak, kemas tertutup, porositas baik.

    Batulempung, abu-abu kehitaman, non karbonatan, tidak kompak, kemas tertutup, porositas baik.

    Batupasir kasar, abu-abu kehitaman,, pasir kasar, porositas baik, kemas tertutup, terpilah baik, kompak.
    Breksi , coklat kehitaman, fragmen ; batuan beku, batupasir, matrix pasir kasar, kemas terbuka, kompak, terpilah buruk, porositas baik.
    N 104° E / 67° NW.

    Batupasir, abu-abu, kemas tertutup, porositas baik, permeabilitas baik, membundar, non karbonatan, kompak.
    Batulempung, abu-abu, non karbonatan, tidak kompak, kemas tertutup, porositas buruk.
    N 110° E / 19° SW.



    Daerah             : Prumpung – K. Jaya
    Tujuan             : Pemetaan
    Tanggal           : 5 Oktober 2010
    Cuaca              : Cerah
    Lokasi
    Catatan

    3.1




    3.2




    3.3







    3.4







    3.5



    3.6


    Breksi, abu-abu kehitaman, kemas terbuka, matriks pasir, terpilah buruk, non karbonatan, fraamen ; batuan beku, batupasir.
    Batupasir, abu-abu, kemas tertutup, porositas baik, non karbonatan.
    N 110° E / 55° SW.

    Breksi, abu-abu kehitaman, kemas terbuka, matriks pasir, terpilah buruk, non karbonatan, fraamen ; batuan beku, batupasir.
    Batupasir, abu-abu, kemas tertutup, porositas baik, non karbonatan.
    N 115° E / 57° SW.

    Breksi perselingan batupasir.
    Breksi, abu-abu kehitaman, kemas terbuka, matriks pasir, terpilah buruk, non karbonatan, fraamen ; batuan beku, batupasir, bentuk fragmen menyudut.
    Batupasir, abu-abu, kemas tertutup, porositas baik, terpilah baik, bentuk butir membundar, non karbonatan.
    N 140° E / 48° SW.

    Perselingan batupasir dan breksi, berangsur menjadi batupasir.
    Breksi, abu-abu kehitaman, kemas terbuka, matriks pasir, terpilah buruk, non karbonatan, fraamen ; batuan beku, batupasir, bentuk fragmen menyudut.
    Batupasir, abu-abu, kemas tertutup, porositas sedang, terpilah baik, bentuk butir membundar, non karbonatan.
    N 98° E / 39° SW.

    Batupasir sisipan lempung, abu-abu, nonkarbonatan, kemas tertutup, porositas sedang, permeabilitas sedang.
    N 100° E / 35° SW.

    Breksi, abu-abu kehitaman, kemas terbuka, matriks pasir, terpilah buruk, non karbonatan, fraamen ; batuan beku, batupasir, bentuk fragmen menyudut.
    Batupasir, abu-abu, kemas tertutup, porositas sedang, terpilah baik, bentuk butir membundar, karbonatan.
    Batulempung, abu-abu kehitaman, karbonatan, tidak kompak, kemas tertutup, porositas baik.
    N 100° E / 35° SW.
    Daerah             : Prumpung – K. Jaya
    Tujuan             :Pemetaan
    Tanggal           : 5 Oktober 2010
    Cuaca              : Cerah
    Lokasi
    Catatan

    3.7






    3.8

    Perselingan batulempung dengan batupasir, dominan batulempung.
    Batulempung, abu-abu kehitaman, non karbonatan, tidak kompak, kemas tertutup, porositas baik.
    Batupasir, abu-abu, kemas tertutup, porositas sedang, terpilah baik, bentuk butir membundar, non karbonatan.
    N 104° E / 55° SW.

    Batupasir, abu-abu gelap, kemas tertutup, porositas baik, terpilah baik, bentuk butir membundar, non karbonatan.
    Batupasir, abu-abu terang, kemas tertutup, porositas sedang, terpilah baik, bentuk butir membundar, karbonatan.
    Batulempung, abu-abu terang, karbonatan, kompak, kemas tertutup, porositas baik.

    Daerah             : K. Jaya – K. Gumarang
    Tujuan             : Pemetaan
    Tanggal           : 6 Oktober 2010
    Cuaca              : Cerah
    Lokasi
    Catatan

    4.1





    4.2




    4.3



    4.4



    4.5


    4.6


    4.7


    4.8

    4.9

    Perselingan batulempung dengan batupasir ( dominan batulempung ).
    Batulempung, abu2 gelap, kompak sedang, ripple mark, load cast, non karbonatan.
    Batupasir, abu-abu kehijauan, karbonatan, terpilah baik.
    N 96° E / 30° SW.

    Batugamping, abu-abu keputihan, kompak, karbonatan, butir kasar.
    Batupasir, karbonatan lemah, kwarsa, ukuran butir pasir halus, parallel laminasi, cross laminasi, bentuki butir agak membulat.
    N 74° E / 30° SW.

    Dominan Batupasir, karbonatan, kwarsa, ukuran butir pasir halus, parallel laminasi, cross laminasi, bentuki butir agak membulat.
    Antiklin  N 65° E / 33° SE , N 292° E / 34° NE,  19°, N 62° E.

    Batupasir, abu-abu terang, karbonatan, kemas terbuka, porositas sedang.
    Batulempung
    N 85° E / 25° SE.

    Perselingan batupasir dengan batulempung dan dominan batulempung.
    N 75° E / 29° SW.

    Kontak breksi dengan batupasir kasar.
    N 105° E / 30° SW.

    Batulempung, batupasir, dominan batulempung.
    N 107° E / 62° SW.

    N 198° E / 67°

    N 270° E / 67°

    Daerah             : K. Krembeng
    Tujuan             : Pemetaan
    Tanggal           : 7 Oktober 2010
    Cuaca              : Mendung
    Lokasi
    Catatan

    5.1



    5.2




    5.3




    5.4





    5.5


    5.6


    5.7


    5.8



    Batupasir, coklat, karbonatan, kemas terbuka, terpilah sedang, porositas baik, kompak.
    N 95° E / 25° SW.

    Perselingan batupasir halus dengan batulempung.
    Batupasir halus, karbonatan, kuning kecoklatan, hamper membundar, kompak sedang.
    N 95° E / 32° NE.

    Perselingan gamping dengan batulempung.
    Gamping pasir kasar (kalkarenit), kompak, kuning kecoklatan, karbonatan, porositas baik.
    N 80° E / 20° SE.

    Perselingan batupasir halus dengan batulempung.
    Batupasir halus, kuning kecoklatan, karbonatan, kompak sedang, porositas sedang, permeabilitas sedang, kemas terbuka.
    Batulempung, abu-abu terang, karbonatan, kompak sedang.
    N 75° E / 41° SE.

    Perselingan batupasir kasar dengan batulempung.
    N 92° E / 12° NW.

    Perselingan batupasir kasar dengan batulempung.
    N 118° E / 40° NW.

    Gamping pasiran ( kalkarenit )
    N 293° E / 13° NE.

    Batupasir perselingan dengan batulempung.
    N 80° E / 30° SW.


    Daerah             : K. Susu – K. Depok
    Tujuan             : Pemetaan
    Tanggal           : 8 Oktober 2010
    Cuaca              : Cerah
    Lokasi
    Catatan

    6.1



    6.2



    6.3


    6.4




    Batupasir, coklat kekuningan, non karbonatan, kompak sedang, agak membulat.
    N 110° E / 50° SE.

    Batugamping, putih kekuningan, kompak, nonklastik.
    Batulempung, abu-abu, kompak sedang.
    N 244° E /  6° SE.

    Perselingan batupasir dengan batulempung.
    N 120° E / 65° SW.

    Singkapan batulempung, abu-abu, kompak sedang.
    Daerah             : K. Curug
    Tujuan             : Pemetaan
    Tanggal           : Oktober 2010
    Cuaca              : Cerah
    Lokasi
    Catatan

    7.1




    7.2


    7.3

    N 31 E / 55 SE, N 235 E / 54 NW.
    Batulempung sisipan batupasir.
    Batulempung , abu-abu, kompak, sedang, membundar, karbonatan.
    Batupasir halus, kompak sedang, karbonatan.

    Singkapan batulempung berfragmen, abu-abu gelap, fragmen 3 – 10 cm, karbonatan lemah.

    Batulempung berfragmen sisipan pasir, mikrofold.



    Daftar Pustaka

    Asikin, Sukendar. Geologi Struktur Indonesia, Bandung : Laboratorium Geologi Dinamis-Geologi ITB
    Sapiie, Benyamin.,dkk. Geologi Fisik, Bandung : Penerbit ITB
    Brahmantyo, Budi dan Sampurno., 2004, Kumpulan Modul Praktikum : Geomorfologi dan Geologi Foto, Bandung : Laboratorium Geologi Lingkungan
    Harsolumakso, A. H.,2009, Buku Pedoman Geologi Lapangan, Bandung : Penerbit ITB